Petani Mekar Sari Juara Nasional? Pantas Ada Slamet Ttuji…

7 tahun ago
460
Slamet bersama WBU duduk bersama dengan anggota kelompok perajin tangan di RT 04, kelurahan Pulokerto, kecamatan Gandus

PALEMBANG, HS – Di tepian Sungai Musi, Slamet Ttuji adalah anak pendatang. Ada darah Jawa yang mengalir dalam tubuhnya. Tapi sejak kecil tinggal di Pulokerto —dia dan keluarganya pun dengan senang hati menyerap segala potensi alam yang terkandung di wilayah RT 04, kelurahan Pulokerto, kecamatan Gandus.

Walhasil, satu hal impian yang akrab di hati kecilnya sejak kecil ialah membentuk kelompok tani. Sebagai keluarga lumayan berada, nama Slamet juga tak asing di telinga anak-anak Pulokerto

“Alhamdulillah, kami mewakili kelompok tani Mekar Sari di Talang Jawa RT 04 kelurahan Pulokerto sudah menerima penghargaan di tingkat nasional,” kata Slamet, sambil mengenang,

Pada Sabtu 10 Maret 2017 lalu, HALUAN SUMATERA menyempatkan diri bertandang ke kediaman Slamet. Kala itu, banyak hal yang dikisahkan Slamet baik pengalamannya selaku ketua RT 04 Talang Jawa maupun selaku ketua Karang Taruna di daerah tersebut.

Sambung Slamet, daerah Talang Jawa saat ini memiliki kelompok Posdaya, Kampung Iklim. Hebatnya lagi, kelompok tani Mekar Sari, kelompok budidaya ikan, dan kerajinan tangan.

“Ya, kami bersyukur sudah mengharumkan kota Palembang melalui kelompok-kelompok itu, namun masih terbentur dengan pembangunan infrastruktur,” cetusnya.

Bahkan, Kampung Talang Jawa bahkan menjadi satu-satunya kampung di pinggiran Palembang yang meraih penghargaan sebagai Kampung Iklim dari Kementerian Lingkungan Hidup pada 17 Desember 2015.

Pantaslah kiranya penghargaan terhadap masyarakat di lokasi setingkat RT ini dinilai sangat laik. Apalagi, aksi lokal upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim memang digiatkan masyarakat setempat. Mulai dari pekarangan rumah sampai perkebunan yang dikelola bersama.

Cukup membanggakan hati di Kampung Talang Jawa, sejak beberapa tahun ini setiap rumah ditanami satu pohon buah, khususnya pohon mangga. Suasana asri dan nyaman langsung terasa begitu memasuki wilayah tidak kurang dari 4,5 hektare tersebut.

“Gotong royong adalah pokok kegiatan warga kami setiap hari Minggu. Pondokan yang dibangun secara gotong royong itu salah satu hasilnya. Pondok sebelumnya sudah ada tapi diperbesar agar bisa menampung lebih banyak orang. Mengingat, sejak mendapat penghargaan Kampung Iklim dari KLH, kampung ini sering dikunjungi banyak kalangan, terutama mahasiswa,” ujarnya.

Slamet rupanya tak sendirian. Ia bersama anggota kelompok tani lainnya juga aktif dipelbagai kegiatan. Bukan hanya untuk kader bapak-bapak dan remaja, tapi juga para ibu dengan dibuatnya kebun pembibitan, kebun demplot, dan kebun kelompok wanita tani untuk membudidayakan tanaman sayuran dan obat.

Dan, sejak 2012, Slamet membuat program kampung hijau yang menyarankan warga memanfaatkan pekarangan rumah untuk ditanam satu pohon mangga. Lalu, di setiap sisi jalan harus ada pohon sirsak. Hal ini perlu, karena kondisi geografis kampung yang berupa terasa asri dengan dataran tinggi dan dataran rendah sekaligus.

“Nah, soal sampah, kami membuat bank sampah. Sehingga sampah rumah tangga dan kebun bisa diolah kembali menjadi barang dengan nilai ekonomis,” tuturnya.

Tak jauh dari pemukiman warga Kampung Talang Jawa, lanjut Slamet, adapula pembibitan dan budidaya ikan dengan tambak ikan patin.

“Ini murni dari swasdaya warga,” ucapnya singkat.

Kepedulian pun diperlihatkan oleh wakil rakyat Wasista Bambang Utoyo atau WBU. Menurutnya, persoalan yang mendasar di tingkat RT adalah minimnya bentukan koperasi. Padahal koperasi sangat diperlukan oleh kelompok-kelompok yang terbentuk di tengah masyarakat pinggiran kota Palembang.

“Saya sudah menyaksikan Kampung Talang Jawa ini. Tinggal lagi bagaimana warga di sini didorong untuk membentuk koperasi, sehingga yang berhasil tidak semata segelintir orang tapi seluruh warga bisa menikmati hasil. Itu yang kita inginkan,” ungkapnya.

Di luar itu, WBU berpesan, sudah sepatutnya tiap anggota kelompok tani mengedepankan hasil produk yang berkualitas.  Jika tidak? Maka masyarakat tani akan dihadapkan masalah yang dilematis.

“Menjaga mutu penting bagi kita. Bagaimana mungkin kita bisa bersaing sekiranya kualitas produk kita enggak bisa dipertahankan,” katanya. (rey)