Sistem Informasi Keperawatan Identifikasi Pasien Gunakan BARCODE untuk Peningkatan Keselamatan Pasien

6 tahun ago
2293

 

Deny Gunawan

(Mahasiswa S2 Magister Ilmu Keperawatan, Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia)

 

Untuk meningkatkan pelayanan yang berkualitas, setiap rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan berkompetisi mengembangkan strategi peningkatan mutu dan keselamatan melalui sistem informasi manajemen rumah sakit, salah satu bentuk pengembangannya adalah sistem informasi manajemen mengenai keselamatan pasien berupa barcodeidentifikasi pasien. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dankeselamatan pasien. Penulis menggunakan metode penulisan kajian literatur. Penerapan barcodeidentifikasi pasien memiliki banyak keuntungan dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan penggunaanbarcodeidentifikasi pasienditerapkan di Indonesia.

 

Dalam dunia globalisasi seperti sekarang ini, rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Dikarenakan semakin pintarnya masyarakat saat ini menyebabkan masyarakat menuntut untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan aman. Untuk meningkatkan pelayanan tersebut setiap rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan berkompetisi mengembangkan strategi peningkatan mutu dan keselamatan melalui sistem informasi manajemen di rumah sakit, salah satu bentuk pengembangannya adalah sistem informasi manajemen mengenai keselamatan pasien berupa identifikasi pasien menggunakan barcode.

Hadirnya sistem ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan meningkatkan keselamatan pasien.

Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil(Kemenkes RI, 2017). Hal ini sejalan dengan Undang – undang No. 44 Tahun  2009 tentang rumah sakit pada pasal 3 huruf (b) yang menyatakan bahwa pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit. Selain itu juga pada pasal 13 ayat (3) menyataan bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Pada pasal 43 ayat (1) dinyatakan bahwa rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.

Pada Peraturan Menteri Kesehatan No 11 tahun 2017, terdapat sasaran keselamatan pasien nasional yang berlaku di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yaitu identifikasi pasien dengan benar, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat-obatan yang perlu diwaspadai, kepastian lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, dan pembedahan pada pasien yang benar, pengurangan risiko infeksi akibat perawatan kesehatan, dan pengurangan risiko cedera pasien akibat terjatuh. Pada sasaran keselamatan pasien tentang identifikasi pasien dengan benar dijelaskan untuk melakukan identifikasi pasien memerlukan sedikitnya dua cara identifikasi yakninama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, dengan barcode atau cara lain. Sehingga barcode juga dijadikan standar keselamatan pasien dalam akreditasi rumah sakit (Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2017)

Berdasarkan hasil penelitian Ning et al (2016) yang melakukan pengumpulan data sekitar 10 tahun menyatakan bahwa dengan adanya label identifikasi pasien yang menggunakan barcode dapat mengurangi kesalahan identifikasi pasien hingga 97% dengan total rinciandari 0.0511% menjadi 0.0015%,  di departemen gawat darurat99%,dari 0.1058% menjadi 0.0007%, departemen rawat inap 92%, dari 0.0587% menjadi 0.0045%, dan departemen rawat jalan 98%, dari 0.0067% menjadi 0.0001%. Namun bukan hanya mengurangi kesalahan identifikasi pasien saja, barcode identifikasi pasien juga mempercepat hasil pemeriksaan, sesuai dengan penelitian Tournas E & Trask. L (2012), yang menyatakan bahwa dengan adanya barcode pada spesimen pemeriksaan, mempercepat hasil pemeriksaan yang semula sekitar 24 hingga 28 menit pemeriksaan menjadi 15 hingga 17 menit pemeriksaan.

Di samping itu pada pelayanan langsung ke pasien, barcode identifikasi pasien juga berdampak peningkatan keselamatan pasien dan peningkatan keamanan pada rumah sakit (Wang and Alexander, 2013). Karena itu, identifikasi pasien menggunakan barcode merupakan elemen penting dalam keselamatan pasien dan diharapkan akan diterapkan di seluruh rumah sakit atau fasillitas pelayanan kesehatan di Indonesia.

Identifikasi Pasien Menggunakan Barcode

Barcodeatau kode batang adalah kumpulan data optik yang dibaca mesin. (Trask and Tournas 2012). Barcode ini dikaitkan dengan label identitas pasien.Di Beberapa Negara di dunia telah menggunakan barcode dalam pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit, seperti pada pemeriksaan specimen, phlebotomy, obat – batan, dokumentasi keperawatan, administrasi, hingga pada bagian keuangan rumah sakit.

Barcode pada Spesimen

Kesalahan identifikasi pasien pada spesimen telah dilaporkan rata – rata lebih dari 5% (Trask and Tournas 2012). Begitu banyak alasan mengapa hal tersebut bisa terjadi.  Alur dan pemilahan spesimen rawan terjadi permasalahan. Label pasien yang berbeda – beda yang tidak sengaja digabungkan, atau label yang rusak, menulis identitas pasien dengan tangan pada tabung spesimen yang masih diizinkan. Selain itu, pada proses pengambilan phlebotomy hanya dilakukan oleh staf rumah sakit  seperti perawat, penjaga pasien, dan staf lainnya seperti terapis IV yang secara rutin mengumpulkannya. Karena itu merupakanpekerjaan rutin mereka sehari – hari sehingga mudah untuk diketahui apabila terjadi kesalahan dalam pelabelan. Tidak ada kata kompromi tentang keselamatan pasien, namun berdasarkan penelitian Valenstrein et all (2012), terdapat lebih dari 18 spesimen dengan kesalahan identifikasi pasien yang berasal dari laboratorium di seluruh rumah sakit di United state, lebih dari 160.000 pada setiap tahunnya terjadi kejadian tidak diharapkan terkait kesalahan identifikasi pasien pada spesimen. Berdasarkan hal tersebut maka spesimen harus mempunyai barcode untuk mengeliminasi kesalahan identifikasi pasien dan pelabelan spesimen selama pengumpulan specimen, meningkatkan kuaitas dari keperawatan klinis, keselamatan dari pasien, dan efisiensi, sehingga mengurangi biaya akibat kesalahan manusia (Liua et al, 2015). Wireless dan teknologi barcode memberikan Positive Patient Identification (PPID)(Trask and Tournas 2012) dikarenakan akan mengurangi kesalahan dalam identifikasi pasien akibat tulis tangan.

Gambar 1. Label Barcode pada kantong Phlebotomy(Trask and Tournas 2012)

 

Siemens patient identification

Siemens patient identificationberfungsi memeriksa dan mengaplikasikan teknologi barcode untuk proses pengumpulan spesimen pasien, yang hasilnya meminimalisir kesalahan dalam pengumpulan spesimen dan bisa mengurangi permintaan spesimen ulang. Perangkat ini memiliki empat tahapan, yaitu pertama pindai (scan) barcodeID card petugas, kedua pindai (scan) barcode pada gelang identitas pasien, ketiga akan memeriksa kembali permintaan pemeriksaan secara spesifik seperti tipe dari tabung spesimen, keempat akan memindai (scan) tabung spesimen. Setelah itu petugas (Perawat) bisa langsung mencetak label barcode yang berisi waktu pengambilan spesimen dan nama petugas (perawat) yang melakukan tindakan (Anonymous 2008)

 

Sistem BD Dx

Sistem BD Dx adalah sistem Becton, Dickinson and Co, yang menampilkan Positive Patient Identification (PPID) di samping tempat tidur pasien, yang didesain dengan mengkombinasikan handhel data terminal dan sistembarcode. Sistem ini secara langsung digunakan untuk memverifikasi identitas pasien dengan petugas pelayanan (perawat) melalui barcoe, memverifikasi kebenaran tabung specimen yang telah digunakan, memverifikasi kebenaran perintah dan waktu pengumpulan specimen, dan mencetak secara langsung label spesimen pasien yang berbarcode di samping tempat tidur pasien (Celia 2002). Sistem ini dinilai efektif dan efisien dalam ketepatan identifikasi pasien terkait spesimen pemeriksaan sehingga kesalahan pasien dan kesalahan spesimen tidak terjadi.

Bio – Logics

Bio –Logics dikhususkan untuk sistem identifikasi pasien rawat inap, dari bank darah dan sistem gawat darurat bencanahingga ke seluruh wilayah rumah sakit. Proses Bio-Logics ini dibagi menjadi proses pencocokkan identitas pasien, pencetakan identitas pasien, dan memindai (scan) identitas.

Gambar 2. BD Dx Sistem(Celia 2002)

Barcode pada Transfusi Darah

Penggunaan barcode pada transfusi darah lebih efektif menggunakan Mobile Personel Digital Assistants (Mobile-PDA) dengan mengintegrasikan scanners barcode, petugas (perawat) dengan mudahnya langsung memindai (Scan) barcode pada gelang identitas pasien ataupatient badgesdan barcode pada unit darah untuk memastikan “the right blood is going to the right patient”(Sharman 2007). Pernyataan tersebut didukung oleh Miller et al(2013) yakni sebelum memberikan transfusi darah kepada pasien, petugas melakukan identifikasi pasien dengan cara melihat gelang identitas pasien, hal ini berdampakm positif yaitu meningkatkan keselamatan pasien dari 48% menjadi 99% sehingga akan mempersingkat waktu dalam pemberian transfusi darah ke pasien dan menghindari kejadian tidak diharapkan.

Barcode pada sistem administrasi pengobatan

Sistem administrasi pengobatan telah banyak diterapkan di beberapa fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengurangi kesalahan pengobatan dan meningkatkan efisiensi alur kerja dalam pelayanan.Sistem BCMA (Barcode Medication Administration) ini mampu menerapkan prinsip “Five Rights” yaitu benar pasien, benar obat, benar waktu, benar dosis, dan benar rute. Karena sistem ini akan memberikan “alerts” kepada staf perawat ketika pemberian obat akan dilakukan, menyediakan dukungan pengambilan keputusan klinik karena sistem ini juga menampilkan kontraindikasi dan pustaka tentang obat-obatan, dan memverifikasi dengan membaca barcode dengan “Five Rights” bahwa benar dijalankan oleh staf keperawatan (Ohashi et al. 2010); (Parker and Baldwin 2008),sehingga sistem ini akan meningkatkan keamanan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri, dikarenakan apabila terjadi kealahan pengoobatan makan bisa mengakibatkan cedera dan kematian bagi pasien, serta meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah sakit (Indracahyani et al. 2010); (B. N. T. Wang, Brummond, and Stevenson 2016). Selain bisa memverifikasi proses pengobatan atau pemberian obat, sistem barcode ini juga bisa memverifikasi siapa petugas (perawat) yang memberikan tindakan terhadap pasien, dengan cara memindai (Scan) barcode di identification bagde petugas (perawat) itu sendiri sehingga secara otomatis akan terdokumentasi nama petugas dan jam tindakan (Wang and Alexander, 2013).

Manfaat, Dampak, dan KegunaanBarcode

Bagi dunia kesehatan, hal – hal yang praktis namun mendukung keselamatan pasien dan meningkatkan mutu layanan sangatlah diperlukan dalam pelayanan terutama dalam asuhan keperawatan. Barcode dalam identifikasi pasien sangatlah berfungsi untuk mengurangi kesalahan – kesalahan akibat salah identifikasi pasien baik dalam pemberian tindakan keperawatan itu sendiri maupun tindakan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, seperti kesalahan pemeriksaan spesimen, kesalahan pemberian transfusi darah, kesalahan pemberian obat terutama medication errors yaitu kondisi yang berpotensi cidera dan nyaris ciderasehingga akan mendukung pertumbuhan professional perawat dan informatika keperawatan (Ross 2008), dan kesalahan administrasi sehingga kejadian tidak diharapkan (adverse event) tidak terjadi yang berdampak pada keamanan terhadap rumah sakit itu sendiri.(Trask and Tournas 2012); (Anonymous 2008); (Celia 2002); (L. Wang and Alexander 2013).

Dengan penerapan identifikasi pasien menggunakan barcode, akan meringankan beban kerja perawat, mempersingkat waktu penyelesaian pekerjaan sehingga meningkatkan produktivitas perawat dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama pasien(Parker and Baldwin 2008), hasil pemeriksaan lebih akurat, dan paperless hospital karena rumah sakit menerapkan sistem informasi berbasis elektronik (Hospital information sistem) (Ning et al. 2016).

Barcode pada spesimen, dengan melakukan pemindaian (Scanning) barcode maka,akan terekam secara otomatis ke sistem informasi laboratorium sebagai waktu spesimen itu dikumpulkan.(Ning et al. 2016) sehingga akan meningkatkan dokumentasi keperawatan pada pelayanan, meningkatkan keakuratan dokumentasi klinis dan mengurangi duplikasi (Parker and Baldwin 2008). Pada barcode di phlebotomy berdampak meningkatkan kepuasan dokter, meningkatkan produktivitas phlebotomy, sehingga hubungan antara laboratorium dan keperawatan menjadi lebih baik, yang secara otomatis menurunkan angka penolakan, pengurangan panggilan telepon, dan meningkatkan kepuasan pasien. Mengurangi kesalahan identifikasi pasien dan pelabelan specimen pasien bukan hanya menjadi angan – angan saja, dengan barcode semua akan menjadi nyata. (Ning et al. 2016)

Kelemahan dalam pelaksanaan barcode

Adapun yang menjadi kelemahan pada pelaksanaan identifikasi pasien menggunakan barcode ini adalah tidak semua rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan bisa menerapkannya dikarenakan keterbatasan infrastruktur / aplikasi / perangkat rumah sakit yang mendukung seperti harus memiliki jaringan koneksi internet, memerlukan pengadaan mobile computer, diperlukan kolaborasi yang harmoni antar profesi yang saling terkait seperti dokter, farmasi, dan perawat. Terkadang akan menghambat proses pelayanan dikarenakan hasil cetakan barcode tidak jelas, kotor, atau rusak, memerlukan pemahaman yang sama antar profesi terkait,

 

Kemungkinan Diterapkan di Indonesia

Dengan adanya penetapan standar akreditasi baik nasional maupun internasional, akan berdampak pada keselamatan pasien maupun petugas itu sendiri. Berdasarkan data dari liputan 6.com pada tanggal 24 oktober 2014, pernyataan dari dr Adib selaku Direktur utama Rumah Sakit MMC Hospital sekaligus mantan ketua umum perhimpunan rumah sakit seluruh Indonesia (PERSI) 2003 – 2009, gelang rumah sakit dibuat khusus dengan baroce yang menyimpan banyak riwayat kesehatan pasien sehingga alat ini cukkup membantu dokter dan perawat. Meskipun belum semua rumah sakit di Indonesia menggunakan teknologi gelang, tapi alat ini ternyata masih menjadi trend dan cukup menarik karena membantu dokter dalam menangani pasien (Syarifah 2014). Sejalan dengan hal tersebut, banyak rumah sakit di Indonesia sudah dinyatakan lulus akreditasi, baik berstandar nasional maupun internasional, hal ini berarti mendukung penerapan identifikasi pasien menggunakan barcode di Indonesia.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Keselamatan pasien dan kualitas pelayanan adalah hal utama yang harus diwujudkan dalam pelayanan kesehatan terutama dalam bidang keperawatan. Penggunaan identifikasi pasien menggunaan barcode sangat membantu perawat dalam melaksanakan tugasnya. Keakuratan identifikasi pasien adalah suatu tantangan terhadap keselamatan pasien karena mengurangi kesalahan identifikasi pasien

 

Adapun rekomendasi yang bisa disampaikan adalah perlunya diadakan sosialisasi tentang identifikasi pasien menggunakan barcode kepada seluruh rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan, yang nantinya dapat dipertimbangkan menjadi kebijakan rumah sakit, pengadaan perangkat yang berbasis barcode atau bahkan barcode 2D (dua dimensi) (Miller et al. 2013) sistem komunikasi yang berbasis barcode, pedoman kerja, dan lain sebagainya. Jika sudah terlaksana, dibutuhkan pemeliharaan yang optimal dan konsistensi terhadap penerapannya. (*)