SK Mendagri Cacat Prosedural, OVI Menangkan Gugatan di PTUN

8 tahun ago
339

noviadi

Jakarta, Haluan Sumatera – Sidang putusan gugatan mantan Bupati Ogan Ilir Noviadi Mawardi atau Ovi terhadap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, terkait pencopotan jabatannya sebagai bupati pada Maret 2016 lalu, di gelar Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) senin (15/8/2016).

Sidang yang berlangsung di ruang sidang Kartika, PTUN, Jalan Sentra Primer, Cakung, Jakarta Timur.

Ketua Majelis Hakim Subur mengetuk palu dan mengabulkan seluruh gugatan Ovi terhadap pihak tergugat yakni Mendagri.

“Dengan ini mengadilan, mengabulkan gugatan penggugat secara keseluruhan,” tutur Subur di PTUN Jakarta, Jakarta Timur.

Dalam putusannya, Subur menilai bahwa Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Mendagri untuk mencabut jabatan Ovi sebagai Bupati Ogan Ilir tidak memenuhi persyaratan prosedural. “Menyatakan SK mendagri tentang pemberhentian cacat prosedural dan tidak berlaku. Dan juga membebankan biaya perkara kepada pihak tergugat,” jelas dia.

Kuasa hukum Ovi, Februar Rahman saat di hubungi via telepon mengapresiasi putusan hakim PTUN tersebut. Sebab, pemberhentian Ovi sebagai Bupati Ogan Ilir dinilai cacat hukum.

“Putusan hakim tadi sudah tepat dan benar. Apa yang sudah kita dalilkan dalam gugatan, bahwa pemberhentian itu cacat prosedur. Jadi tidak menggunakan mekanisme yang diatur oleh UU No.23 tahun 2014,” terang Februar.

Menurutnya, Mendagri memang seharusnya tidak bisa memutuskan hanya berdasarkan keterangan suatu lembaga. Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum memberhentikan seorang bupati.

“Ini kalau hanya berdasarkan keterangan BNN, instruksi presiden atau opini koran, ini akan jadi preseden buruk ke depannya. Ini kalau dibenarkan maka ke depannya yang punya wewenang akan sewenang-wenang,” tukas dia.

Sesuai Pasal 80 UU nomor 23 tahun 2014, pemberhentian kepala daerah dan atau wakil kepala daerah, diusulkan kepada presiden untuk gubernur dan atau wakil gubernur, serta kepada menteri untuk bupati dan atau wakil bupati, atau wali kota dan atau wakil wali kota, berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD, bahwa kepala daerah dan atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan.

“Mendagri memang punya wewenang untuk memberhentikan, tetapi tidak semaunya saja tanpa prosedur atau aturan yang sudah dibuat. Ini harus dipatuhi, ujar Februar.

Bagi Februar, hasil sidang kali ini akan menjadi pengalaman positif untuk masa yang akan datang. Dengan begitu, tidak ada lagi menteri atau pemegang kekuasaan yang memutuskan suatu hukum secara keliru.

“Pak Bupati itu dinyatakan tersangka pada 18 Maret dan langsung diberhentikan sementara. Kemudian tanggal 21 dia langsung diberhentikan secara tetap, tanpa ada tahapan-tahapan. Hanya berdasarkan konpers tersangka oleh BNN. Ini tidak berdasar,” jelasnya.(son)