The New Normal, Ramadhan dan Sebuah Perenungan

4 tahun ago
293

PALEMBANG,HS – ‘The New Normal’, sebuah sintesis antara prilaku hidup manusia dan mekanisme semesta yang diatur oleh Yang Maha Kuasa.

Tentu kita semua tahu bahwa dominasi hidup manusia sebagai makhluk yang berada dipuncak rantai makanan, mempengaruhi kondisi bumi.

Pertumbuhan manusia saat ini diangka 7,7 Miliyar jiwa. Yang diprediksi pada tahun 2050 nanti akan mencapai 10 Miliyar jiwa. Setiap satu manusia terlahir, satu habitat hidup makhluk lain secara tidak sadar akan tergusur. Hewan, tumbuhan, hutan terdesak oleh pembangunan (industri dan permukiman).

Industri menghasilkan limbah yang merusak ekosistem laut. Ada juga sampah rumah tangga yang dihasilkan yang jika ditotal hampir 15 juta ton per hari. Ada lebih dari 870 botol plastik yang dibuang di lautan dalam setiap detik. Angka konsumsi yang tinggi dan semakin tidak terkontrol bankan cendrung melakukan pemborosan mengakibatkan ada hampir 1,4 miliyar ton sampah makanan yang terbuang setiap tahun. Ada jutaan kendaraan bermotor dan aktivitas industri yang menyebabkan global warming dan polusi udara.

Tapi sederas apapun prilaku hidup manusia, semesta selalu punya mekanismenya sendiri. Saat manusia tak mampu lagi menjaga titipan bumi dari Yang Maha Kuasa. Dia sendiri yang  menjaga keseimbangan bumi dan keteraturan hidup antar semua makhlukNya.

Dengan makhluk kecil yang nyaris tak terlihat (covid 19), cukup untuk menahan segala obsesi hidup manusia. Memaksa manusia untuk mengosongkan kantor, sekolah, bioskop, mall, jalan raya serta hiruk pikuk keramaian.

Makhluk sekitar yang tergusur kini kembali memiliki tempat hidup. Hutan-hutan yang terbakar kini menjadi jantung kehidupan bagi jutaan spesies hewan. Laut dan samudera kembali bersih membuat binatang laut seperti penyu, ubur-ubur, ikan tak lagi terjerat plastik yang membunuhnya. Terumbu karang kembali tumbuh subur. Bahkan lapisan ozon yang koyak perlahan dengan sendirinya menutup kembali. Kita semua merasakan udara segar baru saat membuka jendela rumah di pagi hari.

*Menuju Puncak Kesadaran Baru*

Dari semua situasi yang kita alami saat ini, bulan suci Ramadhan kiranya dapat menjadi momentum puncak kesadaran baru. Yakni kesadaran bahwa Allah SWT adalah Sang Pemilik Bumi. Bahwa ketika manusia membuat kegaduhan, dengan mudah Dia memaksa keseimbangan kembali tercipta. Dengan aturanNya sendiri.

Tinggal lagi kita selaku manusia mampu untuk mengambil hikmah apakah ini merupakan teguran, cobaan, azab atau mungkin kesempatan untuk kembali melakukan sebuah perenungan.

Ramadhan adalah bulan kontemplasi dan penempaan. Untuk memulai habbit baru yang lebih bersih dan sehat, untuk prilaku baru yang lebih santun dan manusiawi, untuk ide baru yang lebih original. Selama satu bulan penuh kita akan membentuk protokol baru tersebut.

Sebab kedepan aktivitas sosial kita akan berubah, aktivitas bisnis (jual beli) juga demikian, lanskap sistem informasi berbasis digital menjadi platform baru bagi kita dalam beraktivitas.

Di lingkungan tempat tinggal serta public service juga berlaku keteraturan baru, yang lebih memperhatikan kebersihan, higenitas, kegiatan sanitasi dan bersih-bersih akan menjadi hal yang lumrah.

Dan pada akhirnya ‘The New Normal’ akan berjalan sebagaimana mestinya jika disupport oleh tata kelola birokrasi yang juga baru. Dengan lebih mengedepankan kemudahan aksebilitas bagi masyarakat, transparatif, open source of internet, serta aturan hukum kuat dan jelas regulasinya.

Maka benarlah ujar sang bijak, ayahanda Buya Hamka, “Kehidupan itu laksana lautan, orang yang tiada hati-hati dalam mengayuh perahu, memegang kemudi dan menyelamatkan layar, maka karamlah Ia digulung oleh ombak dan gelombang. Hilang di tengah samudera yang luas”.

Keterangan :
– Anggota DPRD kota Palembang Fraksi Gerindra
– Ketua BPD HIPMI Sumsel
– Penggiat Demokrasi

OPINI : Tulisan H. M. Akbar Alfaro, S.E, B.Bus, M.M