• Berita
  • Pengembangan Kompentensi Pembimbing Kemasyarakatan Menuju Disahkannya RUU KUHP DAN RUU Pemasyarakatan

Pengembangan Kompentensi Pembimbing Kemasyarakatan Menuju Disahkannya RUU KUHP DAN RUU Pemasyarakatan

2 tahun ago
1130

PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEMBIMBING KEMASYARAKATAN MENUJU DISAHKANNYA RUU KUHP DAN RUU PEMASYARAKATAN


Oleh : Adi Syardiansyah, SE, M.Si – Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Madya pada Bapas Kelas I Palembang

HALUANSUMATERA.COM-Jalan panjang perjalanan RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan mungkin sebentar lagi akan menemukan sebuah titik temu. RUU KUHP yang menuai kontroversi pada periode 2014-2019, menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Yasonna H Laoly, bahwa telah diselenggarakannya diskusi publik di 12 kota besar di Indonesia yang sebagian besar mengikutsertakan komisi III DPR RI.

Kemudian RUU Pemasyarakatan yang juga sebelumnya ditunda pengesahannya seperti RUU KUHP, telah masuk Prolegnas 2022 yang dibahas dalam rapat kerja evaluasi Prolegnas di tahun 2021. Dengan demikian bahwa fungsi pemasyarakatan di Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia akan menjadi semakin luas, dimana terdapat 7 (tujuh) fungsi pemasyarakatan, diantaranya : Pelayanan, Pembinaan, Pembimbingan Kemasyarakatan, Perawatan, Pengamanan, dan Pengamatan.
Fungsi Pembimbingan Kemasyarakatan dalam RUU Pemasyarakatan yang diselenggarakan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS), meliputi pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan, dimana hal tersebut merupakan tugas dan fungsi seorang pejabat fungsional Pembimbing Kemasyarakatan yang akan menambah luas lingkup kegiatan yang dilakukan mengingat keadilan restoratif yang nantinya tidak hanya berlaku terhadap Anak yang berkonflik dengan hukum (ABH), namun juga berlaku untuk tersangka dewasa yang akan diatur dalam RUU KUHP yang kemungkinan akan juga disahkan.


Oleh Karena itu, Pembimbing Kemasyarakatan sebagai ujung tombak aparat penegak hukum di Bapas, harus lebih mengembangkan kompetensinya untuk dapat menjalankan fungsi pemasyarakatan yang sesuai dengan Undang-Undang Pemasyarakatan, terlebih lagi Pembimbing Kemasyarakatan juga dapat menjadi salah satu agen perubahan dalam membentuk citra positif sistem pemasyarakatan di Indonesia ditengah permasalahan-permasalahan yang muncul di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang semakin hari semakin tidak ada habisnya, seperti praktek jual beli jabatan, gratifikasi, korupsi, dan lain sebagainya.


Dalam hal pengembangan kompetensi Pembimbing Kemasyarakatan yang merupakan peningkatan kualitas dirinya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), dapat meliputi beberapa hal sebagai berikut :

  1. Mengupgrade diri atau meningkatkan kualitas diri dengan banyak membaca buku, jurnal, artikel, dan peraturan-peraturan terkait pembimbingan kemasyarakatan atau juga pengetahuan lainnya.
  2. Rajin mengikuti berbagai seminar, diklat, diskusi terbuka, dan ujian kompetensi serta kegiatan lainnya yang dapat menambah kecakapan diri dalam menganalisa suatu permasalahan terkait tugas dan fungsinya di bidang pembimbingan kemasyarakatan.
  3. Apabila memungkinkan dan mendapat kesempatan untuk Pembimbing Kemasyarakatan menimba ilmu ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi seperti strata 2 maupun strata 3, baik itu melalui tugas belajar dengan memperoleh beasiswa atau juga melalui izin belajar dengan tidak mengganggu tugas dan fungsinya sebagai Pembimbing Kemasyarakatan.
  4. Disiplin diri dan jujur pada diri sendiri bahwa apa yang dilakukan dengan konsisten pasti akan menuai hasil yang maksimal dan dapat menunjang pekerjaan seorang Pembimbing Kemasyarakatan yang nantinya dapat berdampak pada reformasi birokrasi sistem pemasyarakatan di Indonesia.
    Namun demikian, bahwa apa yang direncanakan dalam upaya pengembangan kompetensi Pembimbing Kemasyarakatan pastinya akan menemui kendala teknis dan non teknis yang nantinya akan berdampak pada kinerja Pembimbing Kemasyarakatan itu sendiri, seperti halnya apabila keadilan restoratif pada tersangka dewasa telah diberlakukan, maka Pembimbing Kemasyarakatan juga akan melakukan pendampingan tahap awal terhadap tersangka dewasa mulai dari penyidikan hingga berjalannya proses keadilan restoratif itu sendiri. Beda halnya dengan yang selama ini telah dilakukan dalam pendampingan Anak yang berkonflik dengan hukum, dimana Pembimbing Kemasyarakatan akan membuat rekomendasi yang terbaik untuk Anak dengan mengembalikannya kepada orang tua, mengikutsertakan pendidikan / pelatihan, mengikutsertakan program rehabilitasi, dan pelatihan lainnya yang sesuai dengan tumbuh kembang sang Anak. Sedangkan untuk keadilan restoratif pada tersangka dewasa sudah pasti berbeda pemberian rekomendasinya bukan hanya sekedar melakukan perdamaian dengan pihak korban, pemulihan keadaan seperti semula, namun juga memberikan pembimbingan dan pengawasan yang sesuai dengan lingkup kategori dewasa. Untuk itu, keterlibatan Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan (POKMAS LIPAS) yang senantiasa aktif bekerja sama dengan Balai Pemasyarakatan sangatlah diperlukan, mengingat nantinya akan banyak tindak pidana yang memungkinkan untuk diselesaikan dan ditempuh jalan melalui keadilan restoratif apabila RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan telah disahkan. Pembimbingan dan Pengawasan yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan di Bapas juga tidak hanya sekedar menerima klien wajib lapor setiap bulannya, namun lebih kepada melakukan pembimbingan dan pengawasan dengan harapan bahwa mereka benar-benar tidak mengulangi tindak pidana kembali serta keberadaannya dapat diterima dimasyarakat serta berdayaguna secara mandiri demi kelangsungan hidup diri dan keluarganya. Dengan demikian, bahwa semua hal tersebut dapat dilakukan apabila Pembimbing kemasyarakatan memiliki kompetensi menganalisa permasalahan dengan baik yang dituangkan dalam sebuah Penelitian Kemasyarakatan, serta cakap dalam mengolah data yang diperolehnya, baik berupa studi lapangan, wawancara, observasi, dan lain sebagainya. Dan apabila setiap Pembimbing Kemasyarakatan mampu meningkatkan kompetensi dirinya menjelang disahkannya RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan, maka reformasi birokrasi sistem pemasyarakatan akan sejalan dengan tata nilai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang professional, akuntabel, sinergi, transparan, dan inovatif.