Perlu Aturan Pengelolaan Hutan Agar Masyarakat Desa Tak Disebut Perambah

8 tahun ago
268

img20160914092950-1024x768

MUARAENIM, HS – Direktur Pilar Nusantara (Pinus) Sumsel, Rabin Ibnu Zainal mengatakan bahwa di Muaraenim ada 42 persen kawasan hutan produksi yang dikelola oleh perusahaan besar namun hanya sebagian kecil yang dikelola oleh masyarakat melalui Lembaga Pengawasan Hutan Desa (LPHD).

Rabin mengatakan saat ini ketergantungan masyarakat di daerah terhadap hutan masih sangat tinggi. Menurutnya, saat ini ada 60 desa yang berada dan tergantung dengan memanfaatkan sekitar kawasan hutan dan masyarakat kerap dikatakan sebagai perambah sementara masyarakat sendiri tinggal di lokasi tempat tinggalnya sekitar hutan.

“Saat ini baru sekitar 18.390 hektar realisasi perhutanan Sosial. Sementara potensi hutan di Muaraenim ada 183.093,24 hektar potensi perhutanan sosial. Semoga jumlah ini dapat segera diusulkan ke pemerintah pusat dan dapat dikelola oleh masyarakat,” ujar Rabin.

Acara ini dihadiri pula oleh Wakil Bupati Muaraenim, Nurul Aman SH didampingi Dinas Kehutanan dan beberapa dinas terkait lainnya dalam audensi yang dimotori Pinus Sumsel dan dilaksanakan di ruang rapat Bappeda Muaraenim.

Wabup Muaraenim, H Nurul Aman SH menyampaikan persoalan hutan kawasan lindung adalah masih seringnya dilakukan penebangan oleh masyarakat.

“Sehingga ada juga yang menambah luas areal perkebunan tanpa menggunakan izin,” terang Nurul Aman.

Nurul Aman berharap ada solusi terbaik yang dapat dipahami oleh masyarakat khususnya 14 desa di wilayah Semendo. “Perlu aturan agar masyarakat dapat mengelola hasil perkebunan tanpa dituding sebagai pengrusak hutan itu sendiri,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Muaraenim, Ir Rustam Effendi mengakui bahwa di kawasan hutan lindung di Kecamatan Semende, ada masyarakat yang menanam kopi dan ada pula melakukan perluasan areal penanaman.

“Dalam posisi hutan lindung mereka akan mendapat hak pengelola. Sesuai aturan PP 89 Menhut II/ 2014 tentang peran hutan desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin hak yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejehteraan desa. Untuk itu masyarakat boleh menanam di kawasan hutan tetapi tak boleh ditebang,” ujarnya. (EDW)